Thursday, August 22, 2013

Integritas - Integritas di mulai dari Hati


Bayangkan sejenak, anda membeli sebuah rumah dengan pohon pir yang besar di pekarangan. Setiap tahun pohon itu berbuah lebat. Karena begitu lebat buahnya, pohon pir itu tidak dapat menanggung berat semua buahnya. Akibatnya, pekarangan anda menjadi lautan pir. Itu tidak akan menjadi masalah kecuali anda harus melewati pekarangan dengan buah pir yang menempel di sepatu anda, belum lagi ketika anda menggunakan pemotong rumput buah-buah pir itu jadi peluru yang mendarat di mobil anda, rumah anda dan bahkan pekarangan atau rumah tetangga anda. Tambahan pula bau buah pir yang busuk yang sangat menyengat hidung, mengundang serangga dan mematikan rumput.
Jadi apa yang anda bisa lakukan? Anda dapat mengambil keranjang dan memunguti semua buah pir itu. Tapi kejadian itu akan terus berulang setiap musim pir minimal setahun sekali. Kalau anda mau terbebas dari masalah buah pir yang berjatuhan, anda tidak akan hanya memunguti buah-buah pir tersebut. Anda akan mengambil tindakan yang lebih permanen.

Namun, biasanya kita melakukan hal yang pertama dalam menangani masalah hati kita. Kita terus-menerus memunguti dan meminta maaf atas perkataan kita yang sembrono, atas kelakuan kita yang tidak pada tempatnya. Kita berjanji kepada diri kita sendiri, mungkin juga kepada orang-orang di sekeliling kita, bahwa kita tidak akan berkelakuan seperti itu lagi. Kita serius, tidak main-main. Tetapi kemudian kita mengulangi kesalahan yang sama. Lalu, kita mengambil "keranjang" lagi, memungutinya dan meminta maaf lagi.

Kalau anda tidak suka dengan buah-buah yang membuat kotor pekarangan anda, satu-satunya solusi adalah menggali tanah sampai ke akar-akar pohon itu, lalu mencabutnya selamanya. Saat anda menangani sumber permasalahannya, anda menangani masalah itu sendiri. 

Jadi apa sumber semua kelakuan yang tidak pada tempatnya dan semua kata yang menyakitkan, yang mengotori tanah sekitar anda, terutama yang terlontar dari mulut anda dan yang diekspresikan melalui tangan anda.
Kata-kata, kelakuan, dan ledakan emosi yang memalukan sebenarnya cerminan apa yang sebenarnya sedang berbuih-buih di kedalaman hati kita.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah orang-orang Farisi mempermasalahkan tentang "kebersihan" dengan Yesus (baca Matius 15:1-20), Tuhan mengajar murid-muridNya "Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?" (ay.17).
Dan ketika murid-muridnya memperhatikan Yesus, Ia mengutarakan apa yang dimaksudNya, "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang". (ay.18)
Allah lebih mempermasalahkan apa yang keluar dari diri kita daripada yang masuk ke dalam tubuh kita. Dan perkataan ini yang menempelak mereka, "Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati".
Hati? Segala sesuatu yang keluar dari mulut berasal dari hati. Segala sesuatu?
Kalau anda seperti saya, pasti sudah sering anda mengatakan sesuatu yang sebetulnya bukan maksud anda. Berkali-kali kita menutup mulut dengan tangan, lalu bergumam, "Saya tidak tahu dari mana datangnya kata-kata ini!". Tetapi Yesus menjawab, "Aku tahu. Kata-kata itu datang dari dalam, dari dalam hatimu".
Tidak hanya itu saja. Ada yang lebih buruk lagi.

Yesus lalu mengatakan bahwa hati kita tidak hanya bertanggungjawab atas kata-kata kita, melainkan juga atas perbuatan kita :
"Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang".
Pikiran jahat? Saya kira pikiran jahat berasal dari alam pikiran saya. Kalau Yesus benar - dan pasti Ia benar - alam pikiran saya bukan sumber semua pikiran saya. Pikiran jahat saya berasal dari hati saya. Simaklah hal-hal lain yang Yesus sebutkan tadi. Semua itu berbicara tentang perbuatan, tindakan, dan perilaku. Dan semuanya itu berasal dari dalam hati.

Yesus bukan yang pertama menunjukkan pentingnya hati. Sekitar seribu tahun lebih awal, ketika Salomo menulis yang berikut ini, ia menggemakan apa yang Yesus ungkapkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan" (Amsal 4:23).
Disini sebenarnya kita sudah diperintahkan untuk menjaga atau mewaspadai hati kita. Mengapa? Karena kehidupan kita - yaitu perkataan dan perilaku - mengalir dari dalam hati. Hati adalah sumbernya. Bagaimanapun juga, apa yang ada di dalam hati kita, baik ataupun buruk, akhirnya akan tersalur melalui kata-kata dan perbuatan. Ini cukup menakutkan.

Hati merupakan sebuah pusat. Segala sesuatu yang kita alami diproses melalui hati - baik ataupun buruk. Kehidupan datang kepada kita dari semua arah, tetapi semuanya tersalur lagi melalui hati kita. Sayangnya, pengalaman negatif yang kita alami cenderung tersangkut di dalamnya lalu akhirnya tercermin keluar kata-kata dan perbuatan ; tetapi karena ada jeda antara waktu masuk dan keluarnya, seringkali sulit bagi kita untuk melihat sangkut paut antara keduanya. Rasanya kita ingin marah, tetapi kita tidak tahu apa sebabnya. Kita merasa tidak puas, tetapi kita tidak menemukan alasannya. Kita kesal dengan tipe orang tertentu meski mereka tidak melakukan sesuatu pun yang dapat membuat kita kesal. Kita merasa iri meski tahu bahwa tidak masuk akal kalau kita tidak menyukai seseorang karena orang itu mempunyai sesuatu yang tidak kita punyai. Semuanya itu tidak masuk akal, tetapi nyata. Kalau keadaan seperti itu tidak diperhatikan, keadaan tersebut berpotensi membuat kita menghancurkan diri sendiri. Alhasil, kita mempunyai pola perilaku yang merusak hubungan.

Hati merembes masuk ke dalam setiap percakapan. Hati mendikte setiap jalinan hubungan. Kehidupan kita mengalir dari hati. Kita hidup, mengasuh anak, memimpin, berhubungan, menjalin hubungan, berkonfrontasi, bereaksi, menanggapi, memberikan instruksi, mengatur, memecahkan masalah, dan mengasihi dari dalam hati. Hati kita mempengaruhi intensitas komunikasi kita. Setiap area kehidupan bersentuhan dengan apa yang sedang terjadi di dalam hati. Itulah sebabnya penting untuk memantau hati. 
Integritas di mulai dari Hati.

Diambil dari Renungan Connect-Group Profesional Muda - Mawar Sharon Church Jakarta 22-08-2013

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Frits Hendrico Tarihoran | Bloggerized by fritshendrico - Premium Blogger Themes | Revivalist, History Maker